Switch [Chapter 2]

Switch Chapter 2
by Luna

Genre:
NC, Sad, Married-life, Romance, Chaptered

Cast:
Cho Kyuhyun | Lee Yoo Jin | Lee Yoo Ri

Cuap-cuap Author:
Berkicau dulu deh pagi-pagi. Pagi readers, semoga paginya menyenangkan yah. Aku nggak akan lama-lama kok update FF ini, jadi stay tune yaa 😀
Oh iya, belum ada yang bilang nih mau visual tokoh wanita siapa. Ditunggu yaa^^

d

Warning typo bertebaran!
—oo0000oo—
Chapter 2
She is So Sexy

Yoo Jin menutup pintu mobil yang mengantarnya ke depan gerbang sekolahnya. Hari ini dia tidak berangkat lagi bersama adiknya yang satu sekolah dengannya. Yoo Ri berangkat pagi-pagi sekali dijemput mobil sport warna merah di rumah.

Kelihatannya itu mobil milik orang kaya, tapi entahlah, Yoo Jin tidak ingin bertanya lebih. Dia ingin membatasi rasa keingintahuannya mengingat adiknya bukan anak kecil lagi yang harus dijaga setiap waktu.

“Morning, baby-ya!” Donghae mengecup pipi kiri Yoo Jin yang dibalas rengekan jijik dari pemiliknya.

“Yak! Lee Donghae, jorok sekali!” Yoo Jin mengusap pipi bekas kecupan Donghae yang basah. Aish! Bau sekali! “Kau tidak menggosok gigimu ya! Bau ikan, kau tau! Aish!” Yoo Jin memukul bahu pria itu beberapa kali dengan pukulan sedikit keras yang menurut Donghae menggelikan.

Bermain-main dengan Yoo Jin pagi-pagi memang menyenangkan. Donghae menyadari sepenuhnya kalau dia menaruh perhatian lebih untuk gadis kutu buku satu ini. Baginya Yoo Jin adalah gadis polos, tidak banyak tingkah, sederhana dan lucu. Meski sedikit cuek.

“Tunggu, ada apa dengan model rambutmu hari ini?” Donghae mengernyit melihat rambut panjang milik Yoo Jin yang biasanya di kepang dua sekarang terurai.

Indah. Tapi dia tidak suka Yoo Jin menunjukkan keindahannya di sekolah. Bisa-bisa banyak pria yang melirik padanya! Dan Donghae kurang setuju saat menyadari Yoo Jin memoles wajah polosnya dengan make up yang…tebal?

“Bagaimana? Bagus kan? Yoo Ri mendandaniku sebelum dia berangkat tadi. Bagaimana? Cantik kan?” Yoo Jin tersenyum manis membuat Donghae berdebar tak karuan.

Astaga! Apa gadis ini tidak sadar kalau senyumannya ini bisa lebih dahsyat dari gelombang tsunami? Tapi kenapa Yoo Jin harus berdandan tidak seperti dirinya?

“Aku tidak suka dengan dandananmu, Jin-ah. Terkesan berlebihan untuk ke sekolah.” Pendapat Donghae barusan melunturkan semangat Yoo Jin yang membara.

Dia memang meminta tolong pada Yoo Ri untuk mendandaninya agar terlihat lebih cantik di depan pria yang beberapa saat lalu sudah ditetapkan menjadi pusat semestanya.

Ketika bercermin tadi, yah, Yoo Jin memang merasa berlebihan dan kurang sesuai dengan dirinya yang biasanya.

Tapi memangnya kenapa? Apa itu salah kalau dia ingin secantik Yoo Ri yang pamornya nomor satu seantero sekolah.

Semua orang bahkan terkejut saat mengetahui kalau mereka kakak-beradik. Apa jangan-jangan selama ini dia sejelek itu?

“Err,” Donghae menggantungkan kalimatnya. Kediamannya Yoo Jin membuatnya merasa bersalah. Apa dia salah bicara? “Mungkin kalau kau hap—yak! Jin-ah! Sial!” Donghae menghentakkan kakinya kesal di tanah.

Yoo Jin sudah pergi dengan tampang muram masuk ke gedung sekolah. Harusnya dia mengatakan sesuatu yang tidak menyinggung. Harusnya dia bisa berkata lebih lembut. Tapi dia sungguh tidak berniat!

Baru saja Donghae mau mengambil langkah seribu mengejar Yoo Jin ketika semua orang terkesiap melihat mobil sport merah menyala memasuki halaman sekolah. Donghae mencibir. Dasar anak orang kaya tukang pamer!

Tapi langkah Donghae terhenti di udara melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Pria berambut coklat gelap berkacamata bersama gadis cantik bertubuh mungil.

Mata Donghae melotot. Itu kan Yoo Ri! Apa dia berkencan dengan murid pindahan itu? Semua mata menatap iri melihat mereka berdua jalan bergandengan masuk ke sekolah.

Oke, oke, ini terlihat norak karna Donghae melotot dengan mulut terbuka memandangi mereka berdua yang lewat di depannya. Hey, apa Yoo Jin tahu soal ini? Dia harus tahu adiknya ganti pacar lagi!

Kali ini Donghae mengambil langkah seribu ke kelas teman sejak smp-nya itu dan Donghae harus menelan pil pahit karna tidak mendapati gadis itu di bangkunya.

Kemana Yoo Jin? Donghae mencari toilet terdekat dengan kelas 3-2. Menunggu di depan toilet seperti idiot dan mendapat bonus lirikan pedas dari para gadis yang keluar dari toilet.

“Kau lihat Yoo Jin?”

“Lihat Yoo Jin? Bisa tolong lihatkan ke dalam? Aku tidak mungkin masuk, kan?”

“Tidak ada Yoo Jin, ya?”

Donghae setengah dongkol menunggu sampai bel berdering kencang. Terpaksa dia harus membiarkan Yoo Jin sendiri dan menyimpan informasi ini baik-baik. Dia harus menjadi orang pertama yang memberitahunya.

Yoo Jin mengurung diri di ruang kesehatan. Menemui guru kesehatannya tentu saja.

Dia merasa maag-nya kambuh setelah mendengar ungkapan Donghae tentang penampilannya.

Dia sudah mengirim pesan singkat pada ketua kelasnya untuk memberitahu seonsaengnim kalau dia ijin tidak ikut kelas dan sekarang berada di ruang kesehatan.

“Minumlah.” Kim Ssaem menyodorkan segelas air dan pil berwarna hijau ukuran kecil yang segera diminum oleh Yoo Jin. “Setelah ini kau harus beristirahat. Maag tidak hanya kambuh karna kebiasaan terlambat makan, tapi bisa juga karena stres. Apa kau memikirkan ujianmu sampai sakit?”

Yoo Jin tidak menjawab dan membaringkan tubuhnya di bawah selimut yang lembut.

Terkadang, tanpa alasan sakit pun dia sering kesini karna disini tempat satu-satunya yang membuatnya nyaman. Dia ingin suatu hari nanti menjadi seorang perawat.

“Kim Ssaem, aku ingin meminta pendapatmu.”

Yoo Jin memberanikan diri menoleh pada Kim Ssaem yang mengerutkan dahinya kemudian mengusap rambutnya. “Apa penampilanku berlebihan?”

“Hmm, sedikit!” Kim Ssaem tersenyum seolah apa yang dilakukan Yoo Jin hal yang wajar. “Ada orang yang kau sukai? Sehingga kau mengubah penampilanmu?”

Bagaimana Kim Ssaem bisa tahu?

“Terlihat sekali dari caramu yang mencoba berbeda dari biasanya. Tapi itu wajar untuk remaja seumuranmu. Aku malah senang kau ingin tampil berbeda. Ini hidupmu, Yoo Jin-ah. Jangan sia-siakan masa mudamu dengan menutup diri. Kau harus terbuka dengan orang lain karna dunia yang sebenarnya adalah setelah kau lulus dari sini. Jangan menahan diri lagi.”

Apa yang dikatakan Kim Ssaem pagi itu di ruang kesehatan benar-benar kupikirkan. Aku tidak harus berpenampilan seperti orang lain.

Aku tidak harus menjadi orang lain agar mereka mau menerimaku. Aku hanya perlu menjadi dirku yang biasanya tapi lebih terbuka.

Sejak hari itu Yoo Jin selalu menolak saat Yoo Ri menawarkan diri untuk mendandaninya.

Yoo Jin berdandan menurut kemauan hatinya, bukan keinginan agar mendapat pujian dari Kyuhyun.

Yoo Jin meminta pada Nyonya Lee, Ibu angkatnya, untuk mengganti kacamatanya dengan kotak lensa.

Rambutnya yang panjang dipotong sebahu. Wajahnya tanpa polesan make-up, ternyata sudah cukup menggetarkan para pria.

Banyak yang mengatakan Yoo Jin tidak kalah menawan dengan adiknya. “Yoo Ri itu cantik, seksi, menggairahkan. Ibaratnya dewi Aphrodite tahun 2010. Tapi Yoo Jin itu dewinya pria kelas tiga, tidak ada yang punya wajah menggemaskan seperti dia.”

.

.

.

“Hei, bung!”

Siwon menepuk bahu Kyuhyun yang sedang menikmati sesapan putung rokok ke empatnya.

Pria itu sedang menatap ke arah lapangan sepak bola dari atap gedung sekolah. Dia tidak benar-benar memperhatikan, hanya asal memandang.

Ada sesuatu yang mengganggunya beberapa hari ini. Sesuatu yang menggelikan menurutnya.

“Ada yang lucu?” tanya Siwon yang penasaran kenapa Kyuhyun tersenyum sendiri.

“Tidak, aku merasa semua wanita sama saja. Mereka hanya memikirkan uang. Tidak ada perasaan dalam suatu hubungan. Benar-benar sialan.” desis Kyuhyun tajam.

Sebenarnya bukan itu yang mengganggunya, tapi justru itu yang terlontar dari mulutnya. Dia menghisap rokoknya lagi.

Siwon menaikkan sebelah alisnya. “Kau sedang membicarakan pacar barumu, Yoo Ri? Yah, aku sudah memberitahumu sejak awal, kan? Dan sudah ribuan kali kukatakan lebih baik kalau kau berpacaran dengan kakaknya.”

Siwon adalah teman pertamanya di sekolah ini sebagai murid pindahan dan langsung dipercaya.

Dipercayai sebagai informan untuk memenuhi semua rasa penasarannya. Siwon jujur saat mengatakan kalau dia lebih menyukai Yoo Jin karna gadis itu sederhana.

“Yoo Jin gadis yang polos, tipe yang akan menuruti semua permintaan tanpa ragu.” Siwon meminta pemantik silver milik Kyuhyun kemudian ikut menyesap rokok barunya.

Tidak akan ada guru yang memergoki mereka karna ini jam istirahat. Semua guru akan berada di ruangan menikmati makan siang.

Kyuhyun menggeleng tidak setuju. “Dia terlalu membosankan, kutu buku, pemalu. Bukan tipeku sama sekali. Kerjaannya saja hanya memandangiku. Benar-benar membuatku muak.”

Ya Tuhan, mulutnya ini mengatakan sesuatu yang berlainan dengan hatinya. Kyuhyun menyesap rokoknya. Meresapi tiap asap yang mengudara di depannya. Menghirupnya seolah-olah itu oksigennya.

“Lalu kenapa kau memacari Yoo Ri?”

Kyuhyun tertawa sumbang. “Kau benar-benar ingin tahu?” Siwon mengangguk sambil mengedikkan sebelah bahunya.

Lagipula tidak penting juga Kyuhyun memberitahu apa alasannya. Kyuhyun mendekatkan mulutnya ke telinga Siwon dan berbisik sangat pelan, “Yoo Ri itu sudah tidak perawan. Aku sudah tau sejak awal dia itu jalang sialan.”

Kemudian Kyuhyun menjauhkan dirinya dan menyeringai melihat ekspresi kaku dari Siwon. Ini informasi baru untuknya. Padahal biasanya dia yang selalu memberi informasi baru untuk pria itu.

“Jincha?” mata Siwon melebar siap keluar.

“Melihat perilakunya yang suka pergi ke pub tiap malam, minum-minum dan merokok—”

“What?!” Siwon memekik keras dan buru-buru menutup mulutnya. Kyuhyun tertawa.

“Yah, aku pikir kita sama-sama brengseknya dan aku yakin dia bukan gadis yang akan menangis meraung-raung kalau kutinggalkan. Aku merasa aman. Itu saja alasannya. Aku bersenang-senang dengan tubuhnya dan dia bisa menikmati uangku.”

“Kau benar-benar brengsek, Kyu.” desis Siwon tapi ikut tertawa bersama Kyuhyun.

“Orang-orang pasti terkejut kalau tau siapa kau sebenarnya.” Kyuhyun mengangkat bahunya acuh tak acuh lalu mengganti rokoknya yang habis dengan yang baru.

“Berapa kali kau melakukan seks dengan Yoo Ri?” tiba-tiba Siwon penasaran soal ‘dunia gelap’ Lee Yoo Ri, primadona sekolah mereka.

“Mau jawaban jujur apa bohong?” Kyuhyun tersenyum setan sambil terus menyesap rokoknya.

“Jujur tentu saja!”

“Hmm, tidak banyak. Mungkin empat kali.”

“Shit! Sialan kau, Kyu! Kalau dia sampai hamil bagaimana?” Siwon memukul bahu Kyuhyun pelan yang sekarang tertawa di sampingnya.

“Aku tidak sebodoh itu tidak menggunakan pengam—” Kyuhyun terdiam.

Tubuhnya membeku seakan teringat sesuatu. “SHIT! Shit!” Kyuhyun melempar rokoknya ke lantai semen lalu menginjaknya kasar untuk mematikan api.

Tanpa melanjutkan kalimatnya lagi, Kyuhyun berlari seperti dikejar setan mengabaikan teriakan Siwon di belakangnya.

Pria itu menuruni tangga dan melompat di tiga tangga terakhir. Mencari keberadaan gadis itu di kelasnya, tidak ada.

“Oppa mencariku?”

Kyuhyun membalikkan tubuhnya menghadap Yoo Ri yang sedang melambaikan tangannya. Dia habis dari kantin, terbukti tangan kirinya penuh dengan snack dan jus.

Tanpa berkata apapun, Kyuhyun setengah berlari menghampiri Yoo Ri dan menyeretnya ke lorong sepi walaupun tidak benar-benar sepi karna sekarang sedang jam istirahat.

“Kenapa, oppa? Oppa seperti orang kesetanan.”

“Kau sudah datang bulan?” tanya Kyuhyun tanpa basa-basi. Keringatnya sudah bercucuran membasahi kemeja putih seragamnya.

Tangannya sedikit bergetar saat mengurung tubuh Yoo Ri di tembok. Semoga perasaan takutnya salah.

Yoo Ri menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti. Dia sama sekali tidak malu saat Kyuhyun menanyainya hal paling sensitif bagi kaum Hawa.

“Kurasa belum. Sepertinya telat. Memangnya kenapa oppa?”

“Shit!”

Kyuhyun meremas rambutnya frustrasi. Mengacak-acaknya kesal hingga berantakan sementara Yoo Ri masih tidak mengerti dengan Kyuhyun yang datang tiba-tiba hanya untuk menanyakan hal ini. Kyuhyun mengumpat dalam hati. Memaki kebodohannya.

“Lakukan tes kehamilan.”

“M-mwo?” Yoo Ri melebarkan matanya terkejut. Oh! Apa ini bulan April? Apa Kyuhyun bercanda? “Untuk apa, oppa?”

“Brengsek! Terakhir kita melakukannya saat sedang mabuk. Aku tidak ingat apa aku sudah memakai pengaman atau belum. Shit! Shit!”

Kyuhyun mengumpat dan Yoo Ri lemas mendengarnya. Dia menelan ludahnya susah payah.

Hamil? Apa itu yang ditakutkan oleh Kyuhyun? Tuhan. Tidak, tidak boleh. Masa depannya bisa hancur jika begini caranya.

“Sepulang sekolah, kau harus langsung menghubungi aku. Aku—”

BRUK!

Mereka mendengar tempat sampah di ujung lorong dekat mereka berserakan di lantai seperti ada orang yang habis mencuri dengar pembicaraan mereka. “SIAPA ITU?!” suara Kyuhyun menggelegar sepanjang lorong.

Ada seseorang yang muncul dari tempat sampah yang baru saja dijatuhkan dan dia kabur begitu matanya bertatapan dengan mata tajam milik Kyuhyun yang menyempit.

Tanpa menunggu lagi, Kyuhyun berlari mengejar orang yang mendengar percakapan rahasianya dengan Yoo Ri.

Yoo Ri menggigit bibir bawahnya. Hamil. Hatinya menghangat saat memikirkannya. Kyuhyun adalah pria yang sangat ia cintai.

Selama ini dia selalu bergonta-ganti pasangan dan Kyuhyun satu-satunya pria yang sanggup meluluhkan hatinya.

Meski awalnya dia hanya menginginkan kekayaan pria itu, lama kelamaan keinginan itu berubah menjadi perasaan cinta.

Dan jika benar ada makhluk kecil yang kini tumbuh di dalam rahimnya, itu adalah anak Kyuhyun. Karena setelah berpacaran dengan Kyuhyun dia tidak pernah lagi bermain dengan pria lain.

Pikiran itu membawa Yoo Ri berlari meninggalkan kelas lanjutan siang itu untuk memastikan apakah benar dia hamil.

.

.

.

Yoo Jin membawa dua botol air mineral menuju pinggir lapangan sepak bola yang bukan ramai karna permainan melainkan membentuk kerumunan yang semakin lama semakin banyak. Sesuatu telah terjadi.

Buru-buru Yoo Jin menghampiri kerumunan itu. Menerobos masuk ingin tahu apa yang mereka ributkan di tengah-tengah kerumunan itu.

Betapa terkejutnya dia saat melihat Kyuhyun—pusat semestanya— sedang memukuli pria hingga babak belur dan mukanya lebam penuh luka. Yoo Jin menjerit mengetahui siapa korban perkelahian itu.

“Kyuhyun-ssi! Apa yang kau lakukan! Lepaskan Donghae!”

Yoo Jin mendorong dada Kyuhyun sejauh mungkin ketika tangan pria itu sudah terkepal di udara siap memukul Donghae lagi.

Kyuhyun kaget, tak terkecuali teman-teman lain yang sedang menonton perkelahian gratis di siang-siang bolong. Donghae terbatuk-batuk ke tanah.

Dengan sigap Yoo Jin meletakkan kepala Donghae di pangkuannya. Dia tidak peduli rok seragamnya akan kotor karna darah yang menetes dari pelipis, bibir, dan pipi sahabatnya.

“Kenapa kalian berkelahi? Apa masalahnya akan selesai kalau kau memukulnya seperti ini?” teriak Yoo Jin pada Kyuhyun yang sedang mengatur napasnya yang memburu.

Amarahnya belum mereda karna pria yang tergolek lemas di pangkuan Yoo Jin adalah pria yang menguping pembicaraannya tadi.

“Brengsek!” Kyuhyun menarik kerah Donghae agar pria itu berdiri dan memukulnya sekali lagi hingga pria itu jatuh terkapar di tanah.

Semua orang memekik kaget tidak percaya bahwa sang Cassanova sekolah mereka yang biasanya terkendali dan tenang menjadi brutal karna alasan yang tidak jelas. Donghae menarik napasnya yang putus-putus sambil memandang langit di atasnya.

Tubuhnya tidak bisa menahan pukulan Kyuhyun yang bertubi-tubi. Tenaganya habis setelah bermain sepak bola dan ingin menyusul Yoo Jin yang sedang membelikannya minuman ketika dia tidak sengaja mendengar pembicaraan

Kyuhyun dan Yoo Ri di lorong tadi. Datang bulan, pengaman, oh shit dan tes kehamilan! Apa benar mereka membicarakan hal tabu begitu di sekolah?

Sebelum kesadaran Donghae berangsur menghilang, sayup-sayup dia mendengar Yoo Jin meneriakkan namanya berulang kali dengan mata memerah menahan tangis.

Donghae bersumpah, setelah dia sadar nanti dia akan menyuruh Yoo Jin berhati-hati pada Kyuhyun, kalau perlu menjauhinya.

“Donghae-YAK! Lee Donghae!” Yoo Jin menggerak-gerakkan bahu Donghae yang terkulai lemas dan keadaannya masih sama.

Donghae tidak sadarkan diri. Teman-teman prianya bergerak maju dan membopong tubuh Donghae menuju ruang kesehatan.

Kerumunan itu masih belum sepi orang. Semuanya masih terkejut dan menatap Kyuhyun yang sekarang menutup matanya dengan pundak naik-turun menahan emosi.

Kalau ada yang berani bertanya padanya saat ini, dia jamin dia akan memukul orang itu!

Yoo Jin memungut botol mineral yang dilemparnya tadi. Dia segera menyusul teman-teman yang lain ke ruang kesehatan. Mengabaikan Kyuhyun yang mematung. Dia marah dengan kelakuan Kyuhyun yang seperti anak kecil.

Sepelik apakah masalah yang mereka miliki? Haruskah berakhir dengan perkelahian sehingga salah satunya sampai tumbang?

Entahlah, Yoo Jin tidak ingin menduga-duga. Para pria suka menyelesaikan masalah dengan jalan kekerasan. Dia tidak berhak ikut campur sekalipun setengah mati dia penasaran.

#FLASHBACK END

 —oo0000oo—

Yoo Jin POV

“Wartawan Park tidak sengaja melihat Tuan Cho sedang mendatangi rumah di Cheongdam-dong dua hari yang lalu. Yang membuatku bingung, kenapa Tuan Cho harus melakukannya secara sembunyi-bunyi. Dia bahkan terkejut mendapati aku juga berada disana kemarin.”

Pernyataan Bora itu menggangguku. Aku sampai melupakan makan siangku saking seriusnya memikirkannya. Kyuhyun juga mencari Yoo Ri, untuk apa?

Kalau Kyuhyun mau membantuku mencari keberadaannya, tapi kenapa sejauh ini dia tidak pernah membicarakannya?

Apa benar yang dikatakan Bora jika Kyuhyun menyembunyikan sesuatu? Apa jangan-jangan Kyuhyun sudah menemukan Yoo Ri lebih dulu?

Ah, pikiran itu membuat kepalaku ingin pecah.

Aku sudah berada di depan rumah yang menjadi tempat tinggal Yoo Ri terakhir kali sebelum sebula yang lalu dia pindah. Rumah itu hanya berukuran 4×4 meter persegi.

Sangat sempit, bahkan luasnya sama dengan ruang utama rumahku. Hanya ada satu kamar tidur dan satu kamar mandi, dapur kecil dan ruang tamu beralaskan karpet berdebu berwarna hijau dan diatasnya ada meja berbentuk persegi.

Bagaimana Yoo Ri bisa hidup di tempat seperti ini? Bagaimana cara dia mendapat uang? Apa dia kuliah atau dia bekerja 24 jam untuk bertahan hidup?

Pikiran itu menyempitkan dadaku. Adikku yang kelaparan dan kedinginan, kau dimana?

“Siapa yang mengijinkan kalian masuk sembarangan ke dalam rumahku?!”

Aku mendengar suara ribut di luar dan aku segera keluar mencari tahu apa yang sedang terjadi. Aku melihat Bora sedang beradu mulut dengan seorang wanita dengan rambut dicat warna merah darah, berdiri membelakangiku.

“Maafkan aku, aku hanya mencari adikku yang tak lama tinggal disini.” Wanita itu berbalik dan matanya ikut melotot padaku.

Kedua tangannya berada di pinggang. Menunjukkan siapa yang berkuasa disini. Dia menatapku dengan pandangan menyelidik. Kemudian dia berdecak tak acuh.

Aku memandangi dirinya yang terbalut pakaian seksi khas wanita malam. Mungkin umurnya sekitar akhir tiga puluhan.

“Kau mencari jalang itu? Dia sudah pergi.” Dia berbicara sendiri, membuatku mengerutkan kening. Bora segera melangkah mendekat padaku dan berbisik kalau wanita ini baru muncul hari ini.

“Aish, jalang itu benar-benar. Sudah bagus aku memberinya tempat tinggal tapi dia malah kabur tanpa membayar uang sewa.”

“Maaf, apa anda sedang membicarakan yeoja yang belum lama ini pergi dari sini?” tanyaku hati-hati agar wanita ini bisa diajak kerjasama. Siapa tahu dia tahu kemana perginya Yoo Ri setelah itu?

“Siapa lagi?” wanita itu memutar bola matanya malas.

“Dia bekerja di bar tiap malam. Padahal sudah jadi primadona, tapi bilang tidak punya uang. Ck! Kerjaannya hanya menghamburkan uang hasil kerjanya dan lupa tidak membayar uang sewa selama tiga bulan!”

Wanita itu terus saja mengoceh tentang seorang yeoja yang pekerjaannya sebagai pelacur dan tidak sanggup membayar uang kontrakan rumah. Tidak mungkin kan, itu Yoo Ri?

“Ah,” wanita itu berhenti berbicara dan melirikku sekali lagi dari ujung kepala sampai ujung kaki kemudian menyeringai. “kau terlihat seperti wanita kaya. Kenapa? Mencari pelacur itu juga?”

“Kalau anda bisa memberitahuku dimana keberadaan yeoja itu, aku akan menuruti keinginan anda.”

Aku tahu yang diinginkan wanita ini adalah uang. Dan itu satu-satunya cara agar aku bisa menemukan keberadaan Yoo Ri.

Kalau orang ini benar, aku akan memberikan imbalan yang lebih lagi untuknya.

Dia memberitahuku untuk datang ke bar yang letaknya dua blok dari sini, tempat yeoja itu bekerja.

Dia menyuruhku mencari seorang wanita dengan pakaian terbuka warna hitam dan seksi yang biasanya akan melakukan atraksi di atas panggung bar.

Cukup aneh kedengarannya. Atraksi seperti apa yang dimaksud? Sirkus, kah? Setahuku Yoo Ri tidak bisa melakukan hal-hal seperti itu.

“Terima kasih sudah mau membantu kami.” ucapku tulus setelah memberikannya beberapa ratus ribu won yang langsung disambut wanita itu suka cita.

Bora tidak mencegahku karna sudah kukatakan sejak awal aku akan melakukan apapun, memberikan apapun pada siapapun yang tahu tentang keberadaan adikku.

Oh, sebentar lagi aku akan bertemu denganmu, adikku. Yah, pikiran itu membuatku gembira dan mengesampingkan pikiran kacauku tentang Kyuhyun.

“Hmm, kalau tahu akan banyak orang kaya yang mencarinya aku pasti akan sering kemari.” Aku terdiam mendengar ceplosan asal dari mulut wanita itu.

“Apa ada orang lain yang mencari yeoja itu selain kami?” tanyaku penasaran.

Wanita itu tidak menggubrisku, masih sibuk menghitung uangnya seolah-olah bingung mau dibuat apa dulu dengan uang sebanyak itu. Tapi kemudian aku mendengarnya bergumam, “Pria hot yang kaya datang pagi ini. Sayang sekali dia tidak berniat tinggal lebih lama.”

Pria hot? Kaya? Oh, itu pasti bukan Kyuhyun. Suamiku punya jadwal padat hari ini dan dia mengatakan akan menghadiri rapat dengan kliennya pagi ini.

Aku tidak melanjutkan pikiran liarku lagi dan memilih pamit. Mobil kami melaju menuju bar yang dimaksud wanita tadi. Menunggu sampai jam menunjukkan pukul sembilan malam.

Aku sudah mengirim pesan singkat untuk Kyuhyun kalau aku akan pulang malam karna urusan penting.

Tapi sudah dua jam sejak aku mengirimnya tidak ada balasan dari Kyuhyun. Tidak biasanya dia mengabaikan pesanku selama itu. Jadi aku memutuskan untuk meneleponnya.

Kecewa karna yang terdengar malah suara operator. “Nomor yang anda dituju sedang tidak aktif, silahkan lakukan panggilan beberapa saat lagi.”

“Presdir, kita bisa turun sekarang.” ucapan Bora menyadarkanku dan aku tersenyum hangat padanya.

Aku beruntung memiliki sekretaris yang rela menemaniku sampai malam-malam begini untukku.

Aku selalu berandai kalau aku memiliki adik laki-laki, aku sudah pasti akan menjodohkannya dengan Bora. Dia gadis yang manis, ulet, dan pantang menyerah.

“Kajja, kita turun.”

Bora berjalan di sampingku masuk ke dalam bar yang penuh sesak pengunjung.

Bar itu tidak terlalu luas, hanya bar kecil di pinggiran kota. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja kantoran yang menghabiskan malamnya di bar untuk minum bersama teman kerja.

Selebihnya hanya pasangan muda-mudi yang dilanda kasmaran. Aku mendengar dari orang-orang di pintu masuk tentang kehebatan bar kecil ini yang memiliki penari streptease yang sangat seksi.

“Lewat sini, presdir.” Aku mengikuti arahan Bora yang menyuruhku duduk di meja bar. “Mau pesan apa, presdir?”

“Cola dingin saja.” Bora mengangguk dan memesan pada bartender bertubuh dempal di depan kami. Aku memperhatikan sekeliling.

Bar ini cukup hangat dengan cat warna cream dan di sepanjang temboknya terpasang hiasan yang dibingkai sederhana. Lantainya kotak-kotak warna hitam putih. Ada lantai dansa di tengah-tengah ruangan dan terdapat sebuah kursi hitam disana. Untuk apa itu?

Tiba-tiba musik yang mengalun lembut berhenti dan berganti dengan musik yang menghentak-hentak. Semua orang bersorak sorai seperti akan menyambut kedatangan seseorang. Aku mengikuti pandangan orang-orang yang mengarah pada lantai dansa.

Seorang wanita melangkah dari kegelapan menuju kursi hitam dibawah sorotan lampu kuning merah.

Wajahnya tidak begitu jelas, tapi pakaiannya yang mencolok itu mendapat perhatianku. Dia memakai bikini hitam ketat dan celana dalam tembus pandang yang sedikit tersamarkan oleh stoking hitam jaring-jaring.

Astaga, tonjolan tubuhnya terlihat dimana-mana. Pantat, paha, dan payudara yang seolah memohon belaian para lelaki. Dia menggunakan high heels setinggi sepuluh senti warna hitam.

Rambutnya berwarna merah dan bergelombang diikat asal-asalan sehingga menimbulkan kesan sensual. Sialnya, lampu sorot itu berganti-ganti cepat mengikuti irama musik yang cepat.

Tapi aku tahu dia sedang memasang ekspresi angkuh khas penari streptease sekaligus tatapan manja dibalik topeng hitamnya.

“Ini presdir, minumanmu.” Aku mengalihkan sebentar perhatianku dari penilaianku pada penari itu.

Aku meminum cola-ku selagi dingin kemudian memusatkan perhatianku lagi ke lantai dansa. Bora ikut penasaran dan aku tahu dia sedang melotot.

Wanita itu bergerak memutar-mutarkan kepalanya di udara, menggoyangkan pantat indahnya ke depan muka para lelaki yang sedang menatap haus padanya.

Dia terus bergoyang mengikuti alunan musik, melompat kesana dan kemari menggunakan sandaran kursi lalu memainkan payudaranya dengan tangannya sendiri.

Semua orang—terutama para lelaki— berteriak, bersuit-suit ria, menyoraki gerakannya yang panas. Sampai wanita itu memilih acak seorang pria berjas armani—yang kutahu berharga ratus ribuan won karena Kyuhyun memilikinya.

Penerangan lampu yang tidak menguntungkan membuatku tidak bisa melihat bagaimana rupa pria beruntung itu. Nada tidak terima terdengar ricuh dari kaum pria.

Si wanita acuh tak acuh. Dia mendorong pelan dada pria yang diajaknya hingga duduk di kursi yang tersedia disana.

Hell, yeah! Wanita itu naik ke atas pangkuan pria itu dengan posisi menghadap si pria kemudian bergerak liar. Membentur-benturkan pusat tubuhnya dengan pria itu sangat pelan, dan nada protes terdengar lagi.

Tak hanya itu, wanita itu sengaja mengarahkan payudaranya ke muka si pria lalu mendorong kepala belakang pria, menggodanya untuk mengecupnya.

Tangan wanita itu bergerak meremas payudaranya sendiri sambil mendesah berlebihan karena si pria hanya diam saja.

God! Apa mereka akan bercinta di depan mata semua orang?!

Entah perasaanku saja, aku merasa Bora meremas tanganku yang berada di atas meja.

Apa? Aku melirik padanya. Mulutnya sedang ternganga lebar. Aku terkikik. Apa dia tidak pernah melihat adegan panas seperti ini sebelumnya?

Oh, aku ingat aku pernah melakukan sesuatu yang lebih panas dan gerah daripada itu dengan Kyuhyun.

Aku menonton lagi. Si wanita sekarang sedang berdiri di antara dua kaki pria yang terbuka sangat lebar kemudian memutar pinggulnya dengan sangat seksi di depan muka si pria membuat kehebohan lain dari para pengunjung.

Seseorang menyodorkan segelas bir pada si wanita yang langsung ditenggaknya sampai tandas. Membiarkan lelehan bir mengalir di lehernya dan dia tersenyum senang sambil berteriak ‘YEAH’.

Si wanita tiba-tiba meremas kejantanan pria itu dari luar celananya dan segera kupalingkan pandanganku dari adegan panas di bawah sana.

“Shit!” umpat Bora dan aku nyaris tersedak oleh cola yang kuminum karena reaksi berlebihan Bora. “Wanita itu gila!” teriaknya padaku melawan suara bising dari bar.

“Aku tahu, aku tahu.” Sepertinya pencarian Yoo Ri malam ini harus berakhir disini. Aku segera menghabiskan cola dinginku. “Ayo pergi, Bora. Aku tidak mau kita terlambat bekerja besok.”

Aku tertawa sambil menggelengkan kepala pada Bora dan memilih berjalan lebih dulu. Aku melihat pada Bora yang membuka mulutnya lebih lebar lagi dan mata yang mendelik ketika semua orang bertepuk tangan tanda pertunjukan telah usai.

Aku menilai ada sesuatu yang berubah dari sorot mata asistenku itu. Bukan ekspresi terpukau. Terluka, benarkah?

Aku mengikuti arah pandang Bora. Apa dia marah karna bukan dia yang bisa bercinta dengan pria itu? Si penari sudah menghilang dan pria beruntung tadi juga sudah tidak ada.

“Bora, kajja kita pulang!”

Bora mengubah ekspresinya menjadi lembut seperti biasanya dan mengikuti keluar bar.

“Kau baru pertama ya, melihat adegan panas live begitu?” tanyaku sedikit geli.

Bora tidak langsung menjawab. Dia membukakan pintu mobil untukku sedang dia yang menyetir. “Presdir, bisakah kita tidak kesini lagi?”

Aku mendengar pertanyaannya yang terdengar memohon. Aku mengangguk saja. Mungkin Bora merasa kurang nyaman dengan pertunjukan tadi. Aku tidak menanyainya lagi karna lelah yang kurasa di pundakku. Aku terlelap di sandaran mobil.

.

.

.

Aku tidak ingat kapan seseorang memindahkanku dari mobil ke kamar. Ketika aku bangun, hari sudah pagi dan aku tidak menemukan Kyuhyun berbaring di sampingku. Aku melirik ke arah jam di atas nakas samping tempat tidur.

Sial, sudah jam delapan lewat lima belas menit. Aku segera melompat turun dari kasur menuju kamar mandi. Aku selesai mandi lima menit kemudian dan segera mengenakan pakaian kerjaku secara acak.

Aku menyanggul rambutku lalu memoleskan make up tipis di mukaku. Aku memilih stiletto hitam favoritku dan berjalan keluar kamar menuju bar sarapan.

Aku tidak menemukan Kyuhyun disana. Apa dia tidak pulang? Aku mengecek siapa tahu Kyuhyun meninggalkan post-it di kulkas. Tapi nihil. Berarti Kyuhyun tidak pulang. Sepertinya dia bekerja lembur.

Aku mengeluarkan ponselku dari tasku, melihat ke layar, tidak ada panggilan masuk ataupun jawaban dari pesanku semalam. Aku menekan tombol panggilan cepat nomor 3, tanggal lahir Kyuhyun.

Ada nada tunggu yang sangat lama sebelum telepon tersambung pada suara operator lagi.

“Kenapa dia tidak mengangkat teleponku?”

Aku mencoba menghubungi Kyuhyun lagi. Sama. Kyuhyun tidak mengangkatnya. Mungkin baterai ponselnya habis. Aku berusaha meyakinkan diriku kalau Kyuhyun baik-baik saja di luar sana.

Dan semoga dia tidak lupa untuk sarapan pagi sebelum bekerja. Nanti sore mungkin aku harus mengunjunginya di kantornya. Yah, setidaknya aku harus mengirimnya pesan. Siapa tahu dia akan menghubungiku setelah membacanya.

Sayang, kenapa tidak pulang semalam? Apa kau baik-baik saja? Semoga kau tidak lupa sarapan. Aku mencintaimu.

Istrimu.

 

Yoo Jin POV End

.

.

.

To Be Continue

 

55 thoughts on “Switch [Chapter 2]

Leave a comment